Membaca sepintas kisah ajaran syekh siti jenar ini membuat saya rendezvous dengan keyakinan yang dianut oleh Mbah Kung (kakek) almarhum. Ajaran tentang ilmu sejati, yang menyebutkan bahwa Tuhan itu ada di dalam hati manusia. Katanya butuh ilmu yang tinggi sekali untuk bisa memahami ilmu sejati. Saya semakin penasaran dan ingin segera mencari buku serta referensinya. Akkk…. Menarik sekali!
Berikut sedikit kata mereka-mereka tentang ajaran Syekh Siti Jenar. Boleh direspon lho ya…
Dan dalam ajarannya, ‘Manunggaling Kawula Gusti’ adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang penciptaan manusia (“Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)”)>. Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi. Perbedaan penafsiran ayat Al Qur’an dari para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham ‘Manunggaling Kawula Gusti’
Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.
Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena
ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi
sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri.
Ajaran – ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang
dibuatnya. Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti
Jenar adalah budi pekerti. Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo.
Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak
pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh
Walisongo.
Konsep Dan Ajaran Syekh Siti Jenar
Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan
konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat
berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan
manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu apa
yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari
kehidupan yang hakiki dan abadi.
Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat
keduniawian (hukum negara dan lainnnya), tidak termasuk didalamnya hukum
syariat peribadatan sebagaimana ketentuan syariah. Dan menurut ulama
pada masa itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di
dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu: syahadat,
shalat, puasa, zakat dan haji. Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah
manusia menjalani kehidupan paska kematian.
Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam
dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh
para ulama pada masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi
Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam sekitar
abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat
manusia dan Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4
tahapan ;
1. Syariat (dengan menjalankan hukum-hukum agama spt sholat, zakat dll);
2. Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu;
3. Hakekat, dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan;
4. Ma’rifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya.
Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka
tahapan dibawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa
dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang
disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syekh.
Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran
yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana
pada masa itu ajaran Islam yang harus disampaikan adalah pada tingkatan
‘syariat’. Sedangkan ajaran Siti Jenar sudah memasuki tahap ‘hakekat’
dan bahkan ‘ma’rifat’kepada Allah (kecintaan dan pengetahuan yang
mendalam kepada ALLAH). Oleh karenanya, ajaran yang disampaikan oleh
Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata ‘SESAT’.
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat
masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap
pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing –
masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda – beda dan
menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu,
masing – masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat
pengakuan bahwa agamanya yang paling benar. Syekh Siti Jenar juga
mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip
ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan
mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
Pengertian Zadhab
Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini sering temui manusia
yang mengalami hal ini terutama dalam agama Islam yang sering disebut
zadhab atau kegilaan berlebihan terhadap Illa yang maha Agung atau Allah.
Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja, sehingga ketika
keinginannya sudah lebur terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam
pikirannya hanya Allah, Allah, Allah dan Allah…. disekelilingnya tidak
tampak manusia lain tapi hanya Allah yang berkehendak, Setiap Kejadian
adalah maksud Allah terhadap Hamba ini…. dan inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada GURU yang Mursyid yang berpedoman pada AlQuran dan Hadits maka
hamba ini akan keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah
untuk manusia.Karena hamba ini akan gampang terpengaruh syaitan, semakin
tinggi tingkat keimanannya maka semakin tinggi juga Syaitan
menjerumuskannya.Seperti contohnya Lia Eden dll… mereka adalah
hamba yang ingin dekat dengan Allah tanpa pembimbing yang telah melewati
masa ini, karena apabila telah melewati masa ini maka hamba tersebut
harus turun agar bisa mengajarkan yang HAK kepada manusia lain seperti
juga Rasullah pun telah melewati masa ini dan apabila manusia tidak mau
turun tingkatan maka hamba ini akan menjadi seprti nabi Isa AS.Maka Nabi ISA diangkat Allah beserta jasadnya. Seperti juga Syekh Siti Jenar yang kematiannya menjadi kontroversi.Dalam masyarakat jawa kematian ini disebut “MUKSO” ruh beserta jasadnya diangkat Allah.
Hamamayu Hayuning Bawana
Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama
Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya
apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya dan bukannya
menciptakan kerusakan di bumi.
Kontroversi
Kontroversi yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh Siti
Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para
pejabat kerajaan Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak
khawatir ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah
satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga
adalah keturunan elite Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan
mengakibatkan konflik di antara keduanya.
Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan
Demak Bintoro, khawatir ajaran ini akan terus berkembang sehingga
menyebarkan kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini membuat
mereka merencanakan satu tindakan bagi Syekh Siti Jenar yaitu harus
segera menghadap Demak Bintoro. Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan
Pangeran Bayat ternyata tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar
memenuhi panggilan Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke
Kerajaan Demak. Hingga konon akhirnya para Walisongo sendiri yang
akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Siti Jenar berada.
Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan
hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang
kepada raja. Maka berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh
Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan
Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng.
Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali tersebut dengan Siti Jenar. Menurut
Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuh
Siti Jenar. Karena beliau dapat meminum tirtamarta (air kehidupan)
sendiri. Ia dapat menjelang kehidupan yang hakiki jika memang ia dan
budinya menghendaki.
Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali.
Ketika hal ini diketahui oleh murid-muridnya, serentak keempat muridnya
yang benar-benar pandai yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki
Pringgoboyo pun mengakhiri “kematian”-nya dengan cara yang misterius
seperti yang dilakukan oleh gurunya di hadapan para wali.
Kisah Pada Saat Pasca Kematian
Kilau kemilau memancar dari jenazah Siti Jenar. Terdapat kisah yang
menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid
Demak, menjelang salat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya Jenazah
Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali.
Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara,
dengan nama lain. Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar,
banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang
hakiki. Di antaranya yang terceritakan adalah Kiai Lonthang dari
Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng Tingkir.
Tapi tetap sih dari saya, bahwa segala sesuatu itu harus
dipikirkan dan direnungkan dulu. Kita tidak akan mengetahui mana benar
dan mana yang salah, kalau nggak dipikirkan dulu. Yang pasti jalan
kebenaran akan terbuka bagi mereka-mereka yang berniat serius mencari
kebenaran itu sendiri.
http://rewinnita.wordpress.com/2013/06/21/manunggaling-kawula-gusti/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar