KEBINASAAN PELAKU SYIRIK
Bertauhîd (mengesakan) Allah Subhanhu Wa Ta'ala dalam semua bentuk
ibadah adalah hak Allah Subhanhu Wa Ta'ala yang paling agung. Dan
kesyirikan merupakan kezhaliman paling besar terhadap hak Allah Subhanhu
Wa Ta'ala tersebut. Ancaman dan murka Allah Subhanhu Wa Ta'ala terhadap
syirik dan pelakunya sangat tegas dalam banyak ayat-ayat-Nya. Allah
Subhanhu Wa Ta'ala tidak akan mengampuni dosa syirik; amalan pelakunya
akan gugur dan dia diharamkan masuk jannah Allah Subhanhu Wa Ta'ala.
Allah Subhanhu Wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ
يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni dosa selain dari (syirik) itu bagi siapapun yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah I (berbuat syirik)
maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [an-Nisâ`/4 : 48]
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Seandainya mereka melakukan kesyirikan kepada Allah, niscaya lenyaplah
dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. [al-An`âm/6: 88]
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya orang yang berbuat syirik kepada Allah maka pasti Allah
haramkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zhalim itu para penolong. [al-Mâidah/5: 72]
Keseragaman risalah dakwah seluruh Nabi dalam menegakkan tauhid Allah
Subhanhu Wa Ta'ala di muka bumi ini semakin mempertegas keagungan nilai
tauhid dan nistanya perbuatan syirik. Allah Subhanhu Wa Ta'ala
berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelum
engkau; "Jika kamu mempersekutukan Allah (dengan syirik) niscaya akan
gugurlah amalmu dan tentulah kamu menjadi orang-orang yang merugi
(diadzab)". [az-Zumar/39: 65]
KESYIRIKAN DALAM JIMAT
Jimat biasanya berupa ikatan yang terbuat dari besi, emas, perak atau
logam lain sejenis atau apa saja yang diyakini dapat menangkal serta
menghilangkan mala petaka dan celaka; atau diyakini dapat mendatangkan
suatu manfaat. Sebagian orang mengenakannya di salah satu anggota badan
dirinya atau keluarganya, digantungkan di atas pintu dalam rumah, toko,
kendaraan atau selainnya.[1] Memakai jimat dengan berbagai jenisnya
adalah syirik. Apabila diyakini pemakainya bahwa jimat itu dapat
berpengaruh langsung tanpa kehendak Allah Subhanhu Wa Ta'ala, maka ia
menjadi musyrik dengan jenis syirik besar dalam perkara tauhîd rubûbiyah
karena dia telah meyakini tuhan selain Allah Subhanhu Wa Ta'ala .
Namun, jika dia meyakini jimat tersebut sebagai sebab (perantara) dan
tidak memberikan pengaruh langsung, maka tergolong syirik kecil. Karena
saat dia meyakini sesuatu sebagai sebab padahal tidaklah demikian, maka
sesungguhnya dia telah menyamai Allah Subhanhu Wa Ta'ala dalam
menentukan hal tersebut sebagai sebab; padahal Allah Subhanhu Wa Ta'ala
tidaklah menjadikannya sebagai sebab.[2]
Dari `Imrân bin Hushain Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam melihat seorang pria mengenakan ikatan jimat yang
terbuat dari tembaga di tangannya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam bertanya "Apa ini?". Pria tersebut menjawab: "(aku memakainya)
Karena (tertimpa) penyakit wahînah". Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata "Lepaskanlah! Sesungguhnya (jimat) itu tidak akan
menambahkanmu selain penyakit. Jika engkau mati dan jimat itu masih
berada pada dirimu maka engkau tidak akan bahagia dan berjaya hingga
kapanpun!".[3] Jika ancaman ketidakbahagiaan itu disampaikan kepada
seorang Sahabat mulia Radhiyallahu anhu lantaran dia memakai jimat; maka
bagaimana jadinya apabila pemakai jimat itu ternyata seorang biasa yang
tidak memiliki kemuliaan sebagaimana kemuliaan para Sahabat
Radhiyallahu anhu ?! Jelas akan lebih jauh dari kebahagiaan!! . Maka
berhati-hatilah dalam hal ini!! Ketegasan sikap Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam memberantas kesyirikan dan penggunaan jimat
semacam ini sangat dicermati dengan baik dan diteladani oleh para
Sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam serta Ulama salaf pada
umumnya, karena yang demikian adalah sikap mengingkari kemungkaran dan
pembelaan terhadap hak Allah Subhanhu Wa Ta'ala .
Suatu hari Hudzaifah Radhiyallahu anhu menjenguk seorang pria yang
sedang sakit, yang di lengan tangannya terdapat tali jimat penangkal
demam. Hudzaifah Radhiyallahu anhu segera memotongnya, lalu membaca
firman Allah Subhanhu Wa Ta'ala [Yûsuf/12:106] :
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
"Tidaklah sebagian besar mereka beriman kepada Allah melainkan dalam
keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)".[6] Sa`îd
bin Jubair Radhiyallahu anhu berkata "Barangsiapa memotong satu jimat
(tamîmah) dari seseorang maka ia berpahala seakan telah memerdekakan
seorang budak".[7]
Menggunakan jimat-jimat ini adalah perbuatan syirik (yang dapat menjadi
besar ataupun kecil) tergantung keyakinan pemakainya. Karena
barangsiapa menetapkan suatu perantara padahal Allah Subhanhu Wa Ta'ala
tidak pernah sekalipun menjadikannya sebagai sebab perantara syar`i
maupun qadari; maka sungguh dia telah menjadikannya sekutu bagi Allah
Subhanhu Wa Ta'ala. Membaca surat al-Fatihah adalah sebab perantara
syar`i (yang memang disyariatkan) untuk mendapatkan kesembuhan (dari
Allah Subhanhu Wa Ta'ala ). Ataupun sebagaimana mengkonsumsi makanan
(berserat) adalah suatu sebab yang terbukti dapat memudahkan proses
buang air; dan ini adalah qadari karena dapat diketahui melalui berbagai
pengalaman.[8] Sedemikian benci Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam terhadap penggunaan jimat, sehingga pada suatu saat ketika
sekelompok orang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
(untuk berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ); maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan baiat kepada
sembilan orang dan membiarkan seseorang di antara mereka. Kemudian
mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, engkau telah membaiat sembilan orang
dan meninggalkan seseorang (di antara kami)?” Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab "Sesungguhnya dia memakai tamîmah". Dia
memasukkan tangannya dan memotong jimatnya; kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan baiatnya seraya bersabda:
"Barangsiapa memakai jimat (tamîmah) maka dia telah berbuat syirik".[9]
Tamîmah ialah jimat yang dikalungkan pada seseorang dan diyakini dapat
menangkal bahaya, penyakit `ain atau mendatangkan manfaat dan kebaikan
tertentu [10]. Secara umum tamîmah terbagi menjadi dua macam.
Pertama: yang terbuat dari selain al-Qur`ân seperti tulang, kerang,
keong, tali benang, paku, nama-nama setan dan lainnya maka ini tidak
diragukan lagi adalah syirik karena seseorang menggantungkan sesuatu
kepada selain Allah Subhanhu Wa Ta'ala.
Kedua: yang berasal dari al-Qur`ân, Asma dan Sifat Allah Subhanhu Wa
Ta'ala; maka terdapat selisih pendapat dalam pembolehannya. Dan pendapat
yang kuat adalah tidak diperbolehkannya hal demikian.
Setidaknya ada tiga hal yang menguatkan pendapat larangan tersebut:
1. Keumuman dalil-dalil larangan mengenakan tamîmah dan tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
2. Ditutupnya segala pintu atau celah yang akan menyeret kepada kesyirikan seperti akan digantungkannya hal yang tidak mubah.
3. Jika seseorang memakai tamîmah yang berisi dari al-Qur`ân atau Asma
dan Sifat Allah Subhanhu Wa Ta'ala, maka sudah barang tentu ia akan
membawanya ke manapun termasuk ke kamar kecil untuk membuang hajatnya
dan ini termasuk sikap menghinakan al-Qur`ân.[11]
Ibrâhîm an-Nakha`i rahimahullah berkata "Para salaf membenci
(mengharamkan) semua bentuk tamîmah baik yang terbuat dari al-Qur`ân
ataupun selainnya"[12] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
"Sesungguhnya ruqyah (jampi-jampi azimat), tamîmah dan pelet adalah
syirik".[13] Al-Khathabi berkata "Ruqyah yang dilarang adalah yang tidak
berbahasa Arab; karena boleh jadi mengandung sihir atau kekufuran.
Adapun jika dipahami maknanya dan terdapat dzikir terhadap Allah
Subhanhu Wa Ta'ala di dalamnya, maka yang demikian dianjurkan serta
diharapkan barakahnya, Wallâhu A`lam.[14]
Syaikh al-Albâni berkata "Ruqyah yang dimaksud dalam hadits ini adalah
yang terdapat di dalamnya permohonan lindungan kepada jin atau ruqyah
yang tidak dipahami maknanya…".[15] Perlu diketahui bahwa tidak semua
jenis ruqyah adalah syirik. Ada beberapa ketentuan lazim sehingga sebuah
ruqyah boleh dilakukan. `Auf bin Mâlik Al-'Asyjâ`i z berkata: “Dahulu
semasa jahiliyah kami melakukan bacaan ruqyah. Kemudian kami bertanya :
“Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana pendapat
engkau?” Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab “Tunjukkan
kepadaku ruqyah kalian, tidaklah mengapa (dilakukan) ruqyah selama bukan
kesyirikan"[16]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
melakukannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga pernah
diruqyah oleh Jibrîl Alaihissallam [17] Demikian pula oleh `Aisyah
Radhiyallahu anhuma.[18]
Para Ulama rahimahumullâh menjelaskan syarat-syarat ruqyah yang diperbolehkan yaitu:
Pertama: Ruqyah yang dilakukan adalah bacaan al-Qur`ân, al-Hadits atau Asma dan Sifat Allah Subhanhu Wa Ta'ala,
Kedua: Berbahasa Arab atau yang dapat dipahami,
Ketiga: Tidak diyakini bahwa ruqyah tersebut dapat memberikan manfaat
dengan sendirinya kecuali dengan kuasa dan izin Allah Subhanhu Wa Ta'ala
semata.[19] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
"Barangsiapa bergantung pada tamîmah maka Allah tidak akan
menyempurnakan tujuannya, barangsiapa bergantung pada kalung jimat maka
Allah tidak akan memberikan ketenangan dan kedamaian padanya".[20]
WASIAT RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM UNTUK MEMBERANTAS JIMAT.
Ketika Abu Basyîr al-Anshâri Radhiyallahu anhu bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di sebagian safarnya, Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengirim seorang utusan dan berkata
"Jangan biarkan ada jimat (yang digantungkan) di leher onta, kecuali
harus dipotong".[21] Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berlepas
diri dari segala bentuk kesyirikan termasuk jimat sesat. Dari Ruwaifi`
Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepadanya "Wahai Ruwaifi`, sesungguhnya engkau akan hidup
panjang. Maka kabarkanlah kepada manusia bahwa barangsiapa mengikat
janggutnya, atau bergantung pada jimat, atau bersuci dengan kotoran dan
tulang hewan, maka sesungguhnya Muhammad berlepas diri darinya".[22]
Bahkan Allah Subhanhu Wa Ta'ala akan membiarkan ketergantungan seseorang
kepada sesuatu selain Allah Subhanhu Wa Ta'ala, dan Allah Subhanhu Wa
Ta'ala akan menampakkan kelemahannya; karena tidak ada sesuatupun yang
terjadi melainkan dengan kuasa dan izin Allah Subhanhu Wa Ta'ala, Rabb
semesta alam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِّلَ إِلَيْهِ
Barangsiapa bergantung pada sesuatu (selain Allah) maka dia akan
dipasrahkan kepadanya.[23] Yakni dibiarkan dirinya bergantung pada
sesuatu dan Allah Subhanhu Wa Ta'ala akan mengabaikannya.[24]
MEMOHONLAH HANYA KEPADA ALLAH SSUBHANHU WA TA'ALA
Islam mengajarkan setiap hamba untuk senantiasa bertauhîd mengesakan
Allah Subhanhu Wa Ta'ala dalam setiap amal perbuatan, mendekatkan diri
kepada-Nya serta berlindung dan memohon penjagaan hanya dari-Nya. Tidak
kurang dari tujuh belas kali dalam setiap shalat seorang Muslim membaca,
namun tidak jarang di antara mereka yang belum memahami untuk kemudian
mengamalkan kandungan maknanya; bacaan itu adalah:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. [al-Fâtihah/1:5]
Sekecil apapun kesulitan atau musibah yang dihadapi seorang hamba,
hendaklah dia mengadu dan bersandar kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala yang
Maha segalanya. Karena dia menyadari sepenuhnya bahwa hidup dan matinya
adalah di tangan Allah Subhanhu Wa Ta'ala.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. [al-An`âm/6:162]
Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu yang masih sangat belia dan ajaran itu
sekaligus menjadi arahan wasiat bagi seluruh umatnya. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai anak, sesungguhnya aku
akan mengajarkanmu beberapa kalimat : (("Jagalah Allah, maka Allah akan
menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapatkan Allah di hadapanmu
(menolongmu). Apabila engkau memohon maka memohonlah kepada Allah, dan
apabila engkau meminta pertolongan maka memintalah pertolongan dari
Allah. Ketahuilah bahwa jika seluruh umat manusia berkumpul untuk
memberikan suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan memberikan
apapun melainkan apa yang telah Allah takdirkan bagimu. Dan apabila
mereka berkumpul untuk mencelakakanmu maka mereka tidak akan dapat
melakukannya, melainkan apa yang telah Allah gariskan untukmu. Pena
(qalam) telah diangkat dan shuhuf (lembaran takdîr) telah kering")).[25]
DOA DAN WIWIRD-WIWIRD SYAR’I TELAH DICONTOHKAN
Hukum vonis syirik dalam jimat bukan tanpa solusi dalam mencari
perlindungan dari berbagai mala petaka dan celaka. Berbagai doa
perlindungan dari celaka dan bahaya telah sempurna diajarkan dalam
Islam. Ini semua agar umat hanya mengesakan Allah Subhanhu Wa Ta'ala
dalam setiap ucapan dan langkah amalannya; demikian juga agar terjauhkan
dari segala bentuk kesyirikan. Semenjak seorang Muslim bangun dari
tidurnya, hingga ia akan tidur kembali, bahkan saat ia mendapatkan mimpi
buruk dalam tidurnya. Di setiap tempat dan keadaan, dalam kondisi
bermukim dan safar, tatkala rasa was-was menghampirinya, doa dan dzikir
di pagi hari dan petangnya. Demikian pula harapan kebaikan bagi dirinya,
semua itu telah disempurnakan dalam ajaran Islam baik yang termaktub
dalam al-Qur`ân maupun al-Hadits; sebagaimana ketentuan contoh dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Namun bukan dengan
"memaksakan" ayat-ayat atau bacaan-bacaan tertentu agar dapat menjadi
doa yang ternyata menyimpang dari tuntunan ajaran Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam . Barangsiapa mengamalkan sesuatu yang belum pernah
dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka amal
tersebut pastilah tertolak dan sia-sia.
PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL:
1.Kewajiban bertauhîd kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala dalam setiap
keadaan dan keharaman berbuat syirik dengan bentuk apapun dan dalam
kondisi apapun.
2. Islam telah menutup semua celah yang akan menghantarkan kaum Muslimin kepada kesyirikan.
3. Syirik adalah kezhaliman terbesar terhadap hak Allah Subhanhu Wa
Ta'ala yang Maha Besar. Pelakunya terancam dengan kesengsaraan di dunia
dan adzab pedih di akhirat.
4. Mengenakan jimat dengan berbagai keyakinannya adalah perbuatan
syirik baik diyakini sebagai perantara maupun sebagai pelaku utama
selain Allah Subhanhu Wa Ta'ala.
5. Wajib mengingkari kemungkaran syirik dan dosa lainnya namun sesuai ketentuan hukum syariat Islam.
6. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan bahwa
jimat tamîmah adalah syirik dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
telah berwasiat untuk memeranginya dan memberantasnya.
7. Tidak ada jalan lain untuk mencari kebahagiaan dan menjauh dari
kesengsaraan melainkan dengan menjalankan semua bagian syariat islam.
8. Memohon perlindungan hanyalah dari Allah Subhanhu Wa Ta'ala semata.
Arahan Islam dalam memohon perlindungan dari berbagai bahaya dan celaka
telah sempurna diajarkan dalam al-Qur`ân dan Sunnah.
Semoga Allah Subhanhu Wa Ta'ala senantiasa membimbing kita untuk dapat berjalan di atas cahaya kebenaran Islam, amîn.
Referensi:
1. Al-Mustadrak, Dâr Kutub `Ilmiyah Libanon. Cet II th.1422 H/2002 M. Muhammad `Abdullâh al-Hâkim an-Naisâburi.
2. Al-Mushannaf, Al-Maktabah at-Tijâriyah Dâr Al-Fikr Beirut Libanon.
Cet th. 1414 H/ 1994 M. `Abdullâh bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufi
3. Al-Qaulul-Mufîd `ala Kitab at-Tauhîd, Dâr Ibnul-Jauzi KSA . Cet II th.1424 H. Muhammad Shâlih al-Utsaimîn
4. At-Tamhîd li Syarhi Kitab at-Tauhîd, Dâr at-Tauhid KSA. Cet I 1424 H/2003 M. Shâlih `Abdul `Azîzi Alu Syaikh.
5. Aunul Ma'bûd Syarh Sunan Abi Dâwud, Dâr al-Fikr Beirut Libanon. Cet
III th.1399 H/1979 M. Muhammad Syamsul Haqqil 'Azhîm Abadi.
6. Fathul-Majîd Syarh Kitab at-Tauhîd, Dârul-Kitâb al-Islâmi Madinah KSA. `Abdurrahman bin Hasan Alu Asy-Syaikh.
7. Musnad Ahmad, Mu'assasah ar-Risâlah Beirut Libanon. Cet I th.1420
H/1999 M - Baitul-Aqthar Ad-Dauliyyah, th.1419 H/1998 M. Ahmad bin
Hanbal Asy-Syaibani.
8. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, Maktabah al-Ma`ârif Riyâdh KSA. Cet th.1415 H/1995 M. Muhammad Nâshiruddin al-Albâni .
9. Shahîh Sunan Abi Dâwud, Al-Maktab al-Islâmi Beirut Libanon. Cet I
th.1409 H/1989 M. Sulaimân al-Asy'âts as-Sijistâni - Muhammad
Nâshiruddin al-Albâni.
10. Shahîh Sunan an-Nasâ'i, Al-Maktab al-Islâmi Beirut Libanon. Cet I
th.1408 H/1988 M. Ahmad bin Syu'aib an-Nasâ'i - Muhammad Nâshiruddîn
al-Albâni.
11. Shahîh Sunan Ibnu Mâjah, Al-Maktab al-Islâmi Beirut Libanon. Cet
III th.1408 H/1988 M. Muhammad bin Yazîd al-Qazwini - Muhammad
Nâshiruddîn al-Albâni.
12. Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Al-Maktab al-Islâmi Beirut Libanon. Cet I
1409 H/1989 M. Muhammad bin `Isa at-Tirmidzi - Muhammad Nâshiruddin
al-Albâni.
13. Shahîh Muslim, Dâr as-Salâm Riyâdh KSA. Cet I th.1419 H/1998 M. Muslim bin Hajjâj an-Naisâburi.
14. Shahîh al-Bukhâri, Dâr As-Salam Riyâdh KSA. Cet II th.1419 H/1999 M. Muhammad bin Ismâ'îl al-Bukhâri.
15. Tuhfatul Ah-wadzi Syarh Jâmi' at-Tirmidzi, Maktabah Ibnu Taimiyah.
Cet III th.1407 H/1987 M. Muhammad `Abdurrahmân al-Mubârakfury.
16. Tafsîrul-Qur`ân al-`Azhîm, Muassasah Ar-Rayyân Libanon. Ismâ`îl bin Katsîr ad-Dimasyqi
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1430/2009M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Sumber: http://dakwahsyariah.blogspot.com/2013/05/kajian-keyakinan-sesat-pada-jimat.html#ixzz30CHH4Zp4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar