Selasa, 03 Juni 2014

ULAT MERUPAKAN MOMOK PADA JABON


Jabon yang berada di tempat terbuka dan monokultur relatif lebih rentan terhadap serangan ulat, namun tetap akan bisa pulih kembali setelah beberapa waktu
Ulat bisa dianggap sebagai hama atau bukan bagi jabon tergantung cara pandang dan perlakuan kita terhadap pohon

Hingga sekarang ini, Jabon memang relatif tahan terhadap penyakit. Seperti pada umumnya, tanaman spesies (bukan hasil rekayasa “pemuliaan”) memang lebih adaptif terhadap lingkungan. Tanaman yang mudah terkena penyakit secara massal biasanya merupakan hasil rekayasa. Namun tidak pada jabon.
Hanya saja soal hama, jabon memang mempunyai “musuh” yang selama ini cukup dianggap mengganggu, yakni ulat. Mulai dari ulat yang kecil sampai yang besar, setidaknya minimal ada 4 jenis ulat yang gemar melahap daun jabon, yang tadinya lebar-lebar kalau dimakan bisa habis.
Agak berbeda dengan umumnya, kami berpendapat dalam batas-batas tertentu ulat ini bukanlah hama. Jika didefinisikan hama sebagai hewan yang mengganggu tumbuhan dan sebagai pembudidaya tanaman kita tidak mengharapkannya, tinggal mengubah jalan berpikir kita sedikit   ulat-sekali lagi, dalam batas-batas tertentu-bukanlah hama, melainkan kawan.
Kok, bisa? Begini, berdasarkan pengalaman kami mensurvei jabon, hampir semua pohon dewasa, daunnya pasti dimakan ulat. Bedanya, daun itu dimakan banyak atau sedikit. Artinya, ulat ini adalah bagian dari mekanisme keseimbangan alam jabon, karena toh dimakan ulat jabon tersebut tetap hidup dan tumbuh dengan baik.
Kedua, setelah dimakan habis daunnya, asalkan masih hidup, daun jabon akan tumbuh secara serentak dan lebih lebat. Ini artinya, ada mekanisme pertahanan yang sudah dikembangkan dari generasi ke generasi.
Inti Manajemen Hama: Penyeimbangan Mekanisme Ekologis
Sebagai pembudidaya, kita memang ingin selalu untung. Maka tidak heran kita sering dilanda kepanikan yang luar biasa jika ada serangan ulat terhadap jabon kita. Namun kepanikan ini jangan sampai membuat kita gegabah mengambil langkah. Salah-salah tindakan kita akan menjadi awal pemborosan biaya.
Meskipun merupakan bagian mekanisme keseimbangan alamnya, kita harus tetap mengelola keberadaan ulat di jabon ini. Tindakan eradikasi, yakni dengan cara memusnahkan semua ulat yang ada di lahan bukanlah tindakan bijaksana. Side eksesnya sangat besar, karena dimana ada habitat ulat biasanya akan mengundang datangnya banyak jenis burung. Keberadaan pestisida yang berlebih di pohon jabon yang memang tumbuh tinggi sangat mengancam habitat burung ini. Anda tahu, burung adalah kawan kita untuk mengurangi hama ulat dan sejenisnya ini. Dalam jangka panjang, semakin menipisnya burung di habitat tersebut tentu akan merugikan kita.
Lalu tindakan arif seperti apakah yang harus kita lakukan? Beberapa tips yang bisa kita lakukan dalam manajemen hama ulat di jabon ini sebagai berikut:
-          Nutrisi tanah yang melimpah sejak penanaman
Ulat tidak selalu menjadi sebab, namun seringkali keberadaan hama dan penyakit di sebuah kebun yang berlebihan merupakan sebuah akibat itu sendiri. Cara mengelola tanah dan cara menanam kita yang “asal”, tidak memperhatikan aspek-aspek ekologis tentu akan sangat berpengaruh secara ekologis. Cepat atau lambat.
Tanaman yang ditaman dengan pengolahan tanah yang hanya mengandalkan bahan kimia mempunyai daya tahan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di tanah yang kaya bahan organik dan biologis.
Memberi bahan kimia berlebihan pada tanah memang menyuburkan dalam tempo yang sangat cepat bagi tanaman. “Pupuk  kimia memang makanan buat tanaman, tapi bukan makanan buat tanah,” pendapat Romo Utomo, seorang pasto penganjur pertanian organik pada kami beberapa tahun lalu. Tanah yang diberi bahan organik akan lebih mempunyai kehidupan. “Tanah yang hidup akan bisa memberikan kehidupan yang lebih.”
Berdasarkan pengalaman lapangan, jabon yang tumbuh di lahan dengan bahan organik yang melimpah dan juga tentu bahan biologis seperti berbagai makhluk hidup mikroskopik di tanahnya, lebih mempunyai daya tahan terhadap ulat. Meskipun daunnya dimakan ulat, dia akan cepat memulihkan diri, daun tidak akan hilang semua. Daun lama masih ada dan diikuti dengan kemunculan daun baru secara terus menerus.
Jabon yang kurang subur, jika terkena ulat tentu akan semakin menyulitkan hidupnya. Ibaratnya, bertahan hidup saja susah ditambah lagi dengan beban serangan ulat.
-          Pembiaran daun jabon, hindari peranggasan
Anjuran menyesatkan yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat adalah pemotongan cabang, atau peranggasan secara sengaja. Pada awal dulu, anjuran ini tidak hanya datang dari kalangan pembudidaya namun juga dari para ilmuan bidang kehutanan. Kami masih ingat betul anjuran ini datang dari banyak pihak. Tapi, berdasarkan pengalaman kami dan beberapa rekan kami, peranggasan ini tidak lebih bermanfaat dibandingkan dengan membiarkannya utuh.
Ketersediaan daun yang melimpah membantu menyediakan makanan bagi ulat dan hama lain yang menyukai daun ini. Semakin banyak cabang berarti semakin banyak daun yang masih tersedia. Jika ada ulat yang makan, makan akan ada yang tersisa, tidak cepat rusak semua. Membahayakan, jika daun terlalu sedikit dan ulat makan daun hingga ke ujung tunas primer.
Membiarkan cabang-cabang ini juga membantu memperbesar volume diameter batang primer. Daun berfungsi sebagai dapur makanan jabon, sehingga semakin banyak daun semakin banyak makanan yang bisa disalurkan ke seluruh batang.
Sifat Jabon yang mampu melakukan proses absisi, atau lebih dikenal dengan Self Pruning, yakni meranggaskan cabangnya sendiri secara alami dan batang utama tetap lurus dalam kondisi soliter, merupakan sinyal bagi kita untuk membiarkan cabang-cabang ini tetap tumbu sampai alami hingga saatnya rontok sendiri.
-          Hindari monokultur, Multikultur lebih ideal
Coba pelajari teori pertanian di dunia ini, seluruh bangsa dan dari zaman ke zaman, maka tidak akan pernah ditemukan bahwa monokultur lebih baik dibandingkan tumpangsari/Polykultur.
Keseimbangan ekologis yang berarti adalah merupakan modal keamanan tumbuh bagi makhluk hidup, terbentuk jika dan hanya jika ada ko-eksistensi, kemampuan hidup bersama, makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup yang lain.
Hukum dasarnya, semakin variatif makhluk hidup di sebuah habitat semakin seimbang dan semakin aman. Coba perhatikan jabon yang tumbuh di kawasan dekat hutan, kemungkinan terkena serangan ulat secara massal lebih kecil dibandingkan dengan jabon yang tumbuh di kawasan sawah. Jabon yang ditumpangsari dengan pohon lain pun relatif lebih aman dari serangan ulat dibandingkan dengan yang monokultur. Kodrat alam memang mengharuskan terjadi proses interaksi yang saling mempengaruhi antara makhluk hidup satu dengan lainnya.
Syukur, jika kita bisa mengelola kebun jabon yang dikombinasikan dengan peternakan. Kotoran padat dan cairnya akan menjadi sumber nutirisi yang berlimpah secara terus menerus, lahan menjadi gembur karena kaya akan bahan organik dan makhluk biologis mikroskopik, rumputpun bisa selalu diregenerasi oleh ternak. Kelihatannya sepele memang, tapi alam tidak pernah menyepelekan posisi sebuah makhluk hidup dalam siklusnya.
-          Tanaman pestisida nabati
Ada banyak tumbuhan yang secara alami membawa sifat sebagai bio-pestisida. Bahkan sebelum diramu sekalipun, keberadaan beberapa tanaman sudah merupakan “kontrol” bagi makhluk hidup lain.
Coba perhatikan mahoni, daunnya rimbun tidak disukai ulat. Begitu juga dengan mimba yang sangat pahit, kodratnya mampu menjadi berbagai macam obat bagi makhluk hidup lain. Termasuk mampu mencegah serangan beberapa jenis hama.
Dalam khasanah dunia pertanian organik yang pernah kami tekuni, pohon-pohon tersebut menjadi plasma nutfaf yang bisa digunakan sebagai bio-pestisida yang ampuh untuk beberapa jenis ulat.
Pada perkebunan jabon, beberapa pohon juga sangat membantu meminimalkan serangan ulat. Ada banyak jenis pohon lain yang mampu berperan sama, anda tinggal menggalinya sesuai dengan potensi lokal masing-masing.
-          Pembiaran musuh alami
Satu hal, ketika kita berniat mengebunkan jabon, berniatlah juga sebagai ibadah untuk menyediakan makan bagi berbagai macam jenis burung pemakan serangga. Keberadaan ulat di kebun jabon justru akan menjadi salah satu mata rantai makanan bagi berbagai macam jenis burung tersebut. Niat anda pasti akan dipahami alami ini, dan pada gilirannya alam berkonspirasi untuk mensukseskan investasi hijau anda.
Jangan pernah berpikir untuk membasmi hama dengan pestisida pemusnah massal secara membabi buta, bukan hanya ulat saja yang hilang, melainkan beberapa jenis burung dan makhluk hidup lain. Cara ini tidak menjadikan kebun jabon kita lebih aman, namun lebih membuka peluang bahaya lebih besar di depan.
Bagi kami, berkebun adalah memahami alam, dan kita adalah bagian dari alam itu sendiri yang harus mampu bersinergi. Menyakiti alam akan mendapatkan balasan yang sejajar. Kami percaya, memberkati alam maka alam akan memberkati kita.

Sumber:http://indoagrow.wordpress.com/2011/07/20/ulat-pada-jabon-momok/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar